Siapkan paspormu dan biarkan cerita bergulir. BANGKOK mengantar sepasang kakak dan adik pada teka-teki yang ditebar sang ibu di kota itu. Betapa perjalanan tidak hanya mempertemukan keduanya dengan hal-hal baru, tetapi juga jejak diri di masa lalu.
Di kota ini, Moemoe Rizal (penulis Jump dan Fly to The Sky) membawa Edvan dan adiknya bertemu dengan takdirnya masing-masing. Lewat kisah yang tersemat di sela-sela candi Budha Wat Mahathat, di antara perahu-perahu kayu yang mengapung di sekujur sungai Chao Phraya, juga di tengah dentuman musik serta cahaya neonyang menyala di Nana Plaza, Bangkok mengajak pembaca memaknai persaudaraan, persahabatan, dan cinta.
เที่ยวให้สนุก, tîeow hâi sà-nùk, selamat jalan,
EDITOR”
Swasdeekha..
Sebenarnya bukan kata-kata di atas yang membuat saya tertarik
untuk membeli novel yang termasuk dalam rangkaian STPC yang digagas oleh
Gagasmedia dan Bukune, berjudul Bangkok: The Journal karya Moemoe Rizal yang
kurang lebih setebal 436 halaman ini. Sama sekali bukan. Alasan paling utama saya
membeli novel dengan cover warna ungu itu adalah karena saya pada saat itu
sedang sangat merindukan kota yang dikenal dengan sebutan City of Angels
tersebut. Benar saja, ketika saya membuka halaman demi halaman bukunya, saya
seperti terseret mesin waktu, menjelajahi lorong-lorong dan setiap sudut kota
Bangkok, kota yang pernah menjadi tempat tinggal saya selama kurun waktu enam
bulan pada tahun 2012 lalu.
![]() |
salah satu postcard koleksi saya doc.pribadi |
Kembali ke novel, Bangkok: The Journal bercerita tentang seorang
arsitek, Edvan yang telah lama meninggalkan Artika ibunya serta Edvin (atau
Edvina) adiknya karena suatu alasan, alasan yang sebenarnya cukup konyol jika
dibandingkan dengan alasan kepulangannya kembali. Kepulangan Edvan pun bisa
dibilang terlambat sebetulnya karena sang ibu telah meninggal dunia sebelum ia
sempat bertemu kembali. Sang ibu meninggalkan warisan berupa rangkaian jurnal yang saling berkaitan yang akan membawa mereka berdua (atau di sini Edvan
mengambil peranan lebih banyak) berpetualang di hampir seluruh kota Bangkok.
Jurnal-jurnal Artika, membawa Edvan bertemu dengan orang-orang, dengan
kakak-beradik Charm dan Max yang menemani Edvan berkeliling Bangkok, dengan
orang-orang yang ada di masa lalu Artika. Orang-orang yang akhirnya menjadi
sahabat Artika, yang menyimpan jurnal-jurnal Artika dan menyimpan sosok Artika
dalam hati mereka. Noi, Khun Niran, Cinderella, Chang, Apsara, dan Khun
Ungsowat.
![]() |
Seberang Sungai Chao Phraya doc.pribadi |
Tidak hanya bertemu dengan orang-orang Thailand dengan senyum mereka
yang membuat Thailand dikenal sebagai The Land of Smile, kita juga akan dibawa
novel ini menjelajah kota Bangkok, belajar beberapa kata dasar Bahasa Thailand, dan bahkan saya bisa membayangkan wanginya Pad Thai (mie goreng khas Thailand) di
sini. Saya bisa merasakan dan membayangkan kembali kemegahan bandara Suvarnabhumi,
riuh rendah suasana pecinan Samphan Tawong, histeria naik tuk-tuk yang sopirnya
ugal-ugalan ngalah-ngalahin bis Restu Panda jurusan Malang-Kediri hahaha, merasakan
kembali tiupan angin bercampur percikan air ketika menyusuri sungai Chao Phraya
dengan perahu motor, menikmati (saya sih berjengit ketika nonton) pertunjukan
Muay Thai (kick boxing ala Thailand), berjalan-jalan di area Grand Palace yang
panas dan melihat Wat Pho (patung emas Budha tidur) –waktu itu saya sempet
mbatin, apa ya itu beneran emas semua hahahha, hingga menyusuri eksotisme pantai
Pattaya di selatan kota Bangkok.
![]() |
Wat Pho sang Budha Tidur doc.pribadi |
![]() |
Bagian dalam Dari Grand Palace doc.pribadi |
Semua tempat di novel itu berhasil membuat saya mewek-mewek gak jelas
karena kangen kota Bangkok dan mewek lagi karena membaca quote yang ditujukan
pada Khun Niran oleh Artika,
Your scar makes you unique. It makes you more valuable than the rest of people with no scar. It’s God’s way to say, ‘You’re my favorite. I make you different so I can always see you wherever you are'.
Bangkok: The Journal juga memaparkan beberapa isu yang mungkin dianggap
sebagai hal yang aneh atau tidak pantas jika hal itu terjadi di Indonesia.
Seperti isu LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender) dan isu sosial lain
seperti isu perusakan lingkungan dan sebagainya.
Anyhoo, sejauh ini hal yang mengganggu saya dalam proses pembacaan
adalah kesulitan membaca bagian jurnal-jurnal Artika, karena jurnal-jurnal itu
dicetak dengan font tegak bersambung dan background yang terlalu gelap membuat
saya harus memicingkan mata dan mengeluarkan usaha lebih untuk membacanya
dengan nyaman.
Hal yang mengganggu lain adalah bumbu cintanya agak terasa klise jika
dibandingkan dengan hubungan persaudaraan antara Edvan dengan Edvin (Edvina)
terlebih setelah Edvan tau kalau Edvin ternyata seorang transgender. Hal ini
juga sedikit mengingatkan saya pada teman-teman lab saya di Bangkok dulu, yang
sebagian besar gay atau lesbian atau transgender. Pada awalnya saya sulit
menerima bahwa LGBT itu benar-benar ada di kehidupan sehari-hari saya. Namun pada
perjalanannya, akhirnya saya juga bisa menerima kehadiran mereka, justru mereka
lah yang banyak membantu saya ketika saya mengalami kesulitan di lab, mereka
juga orang-orang paling fair yang pernah saya temui lepas dari status mereka. Dan
lagipula siapakah saya, saya tidak berhak untuk menjustifikasi hidup seseorang
hanya karena seseorang itu memilih jalan hidup yang berbeda dengan saya kan?
Pada akhirnya saya melihat Bangkok:The Journal bukan sekedar novel
pengisi waktu luang, melainkan sebagai pengingat ketika saya sedang sangat
merindukan kota Bangkok dan teman-teman lab saya dengan segala warna mereka.
Empat dari lima bintang untuk Bangkok: The Journal.
Khop
khun mak na kha untuk Moemoe Rizal
atas cerita tentang Bangkok yang menawan.
Wah saya baru baca Paris, London. Yang ini beluuum :)
ReplyDeleteAhaha.. Yang ini aja beli karena memang lagi kangen sama kota Bangkok. Karena alasan sentimentil :D
ReplyDeletekeren mbak. resensinya, apalagi ditambah dengan dokumen pribadi. semakin membuat pembaca ingin ke bangkok :D . Salam kenal mbak
ReplyDeletesalam kenal juga mas Iswahyudi :D
Deleteayo ke Bangkok ayo :D
Aku baru baca Paris. Roma belum kesentuh. Yang Bangkok pernah liat di perpus. Jadi penasaran :D
ReplyDeleteayo coba dibaca aja.. aku juga belum baca STPC yang lain :D beli Bangkok ini aja karena kangen kota Bangkok :D
Delete